Sejarah
kepramukaan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dengan sejarah perjuangan
kemerdekaan bangsa Indonesia. Gagasan Baden Powell yang membentuk kepramukaan
dengan cepat menyebar ke berbagai negara, termasuk Belanda. Di negara Belanda
kepramukaan disebut sebagai Padvinder. Di negara jajahannya, termasuk
Indonesia, Belanda mendirikan organisasi Kepramukaan. Di Indonesia dikenal
dengan istilah NIPV (Netherland Indische Padvinder Vereniging; Persatuan
Pandu-Pandu Belanda). Organisasi ini dikhususkan bagi anak-anak Belanda.
Oleh
tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia dibentuk organisasi kepanduan yang
bertujuan membentuk manusia Indonesia yang baik dan menjadi kader pergerakan
nasional. Karenanya kemudian muncul organisasi-organisasi kepramukaan pribumi
yang kala itu jumlahnya mencapai lebih dari seratus organisasi. Organisasi itu
semisal; JPO (Javananse Padvinders Organizatie); JPP (Jong Java Padvinderij), SIAP (Sarekat Islam
Afdeling Padvinderij); HW (Hisbul Wathon) dll.
Sejarah
terus berlanjut. Melihat maraknya organisasi kepramukaan milik pribumi yang
bermunculan, Belanda akhirnya membuat peraturan untuk melarang organisasi
kepramukaan di luar milik Belanda menggunakan istilah Padvinder. Karena itu
kemudian KH. Agus Salim menggunakan istilah "Pandu" dan
"Kepanduan".
Sejak
tahun 1930 timbul kesadaran dari tokoh-tokoh Indonesia untuk mempersatukan
organisasi kepramukaan. Maka terbentuklah KBI (Kepanduan Republik Indonesia).
KBI merupakan gabungan dari organisasi kepanduan seperti IPO, PK (Pandu
Kesultanan), PPS (Pandu Pemuda Sumatra).
Dan
pada tahun 1931 terbentuk PAPI (Persatuan Antar Pandu-Pandu Indonesia),
kemudian diubah menjadi BPPKI (Badan Pusat Persatuan Kepanduan Indonesia) pada
tahun 1938.
Pada
waktu pendudukan Jepang, kepanduan di Indonesia dilarang sehingga tokoh Pandu
banyak yang masuk Keibondan, Seinendan dan PETA.
Setelah
masa kemerdekaan dibentuklah organisasi kepanduan yang bersifat nasional yaitu Pandu Rakyat Indonesia yang
dideklarasikan di Solo pada tanggal 28 Desember 1945. Pandu Rakyat Indonesia
menjadi satu-satunya organisasi kepramukaan di Indonesia saat itu.
Namun
pada masa leberalisme, kembali bermunculan berbagai organisasi kepanduan
seperti; HW, SIAP, Pandu Indonesia, Pandu Kristen, Pandu Ansor, KBI dll yang
jumlahnya mencapai seratusan lebih. Sebagian organisasi tersebut terhimpun
dalam tiga federasi yaitu; IPINDO (Ikatan Pandu Indonesia, berdiri tanggal 13
September 1951), POPPINDO (Persatuan Organisasi Pandu Putri Indonesia, berdiri
tahun 1954) dan PKPI (Persatuan Kepanduan Putri Indonesia).
Pada
1953 IPINDO berhasil menjadi anggota kepramukaan sedunia. Pada tanggal 10-20
Agustus 1955 IPINDO juga berhasil menyelenggarakan Jambore Nasional I di Pasar
Minggu Jakarta. Sedangkan POPPINDO dan PKPI pernah bersama-sama menyambut singgahnya Lady Baden Powell (istri
Baden Powell) ke Indonesia, dalam perjalanan ke Australia. Pada tahun 1959,
PKPI mengadakan perkemahan besar untuk pramuka putri yang disebut “Desa
Semanggi” di Ciputat. Pada tahun ini juga IPINDO mengirimkan kontingen ke
Jambore Dunia di MT. Makiling Filipina.
Menyadari
kelemahan yang ada, ketiga federasi tersebut akhirnya meleburkan diri menjadi
PERKINDO (Persatuan Kepanduan
Indonesia). Namun ternyata Perkindo sendiri kurang solid sehingga coba
dimanfaatkan oleh pihak komunis agar menjadi gerakan Pionir Muda seperti
di negara komunis lainnya.
Mulai
tahun 1960-an, berbagai pihak termasuk pemerintah dan MPRS melakukan berbagai
upaya untuk melakukan penertiban organisasi kepanduan termasuk upaya untuk
mendirikan Gerakan Pramuka.
Pada
hari Kamis malam tanggal 9 Maret 1961 Presiden mengumpulkan tokoh-tokoh dan
pemimpin gerakan kepramukaan Indonesia, bertempat di Istana Negara. Presiden
mengungkapkan bahwa kepanduan yang ada harus diperbaharui, metode dan aktivitas
pendidikan harus diganti, seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi
satu yang disebut Pramuka.
Presiden
juga menunjuk Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka yang terdiri atas Sri Sultan
Hamengku Buwono IX, Menteri P dan K Prof. Prijono, Menteri Pertanian Dr.A. Azis
Saleh dan Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa,
Achmadi. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI TUNAS GERAKAN PRAMUKA.
Panitia
inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai Lampiran
Keputusan Presiden R.I Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961 tentang Gerakan
Pramuka. Kepres ini menetapkan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi
kepanduan yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak
dan pemuda Indonesia. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PERMULAAN
TAHUN KERJA.
Kepres
Nomor 238 Tahun 1961 ini ditandatangi oleh Perdana Menteri Ir. Juanda sebagai
Pejabat Presiden Karena Presiden RI, Ir. Soekarno saat itu sedang berkunjung ke
Jepang.
Pada
tanggal 30 Juli 1961, bertempat di
Istora Senayan (Sekarang Stadiun Gelora Bung Karno), tokoh-tokoh organisasi
kepanduan di Indonesia yang menyatakan dengan ikhlas meleburkan diri ke dalam
organisasi Gerakan Pramuka. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI IKRAR
GERAKAN PRAMUKA.
Presiden Soekarno menyerahkan panji kepramukaan
Pada
tanggal 14 Agustus 1961, dilakukan Pelantikan Mapinas (Majlis Pimpinan
Nasional), Kwarnas dan Kwarnari di Istana Negara, dilanjutkan penganugerahan
Panji-panji Kepramukaan dan defile Pramuka untuk memperkenalkan Pramuka kepada
masyarakat yang diikuti oleh sekitar
10.000 Pramuka. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PRAMUKA yang diperingati
hingga sekarang.
Mapinas
saat itu diketuai oleh Dr. Ir. Soekarno (Presiden RI) dengan Wakil Ketua I, Sri Sultan Hamengku
Buwono IX dan Wakil Ketua II Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh. Sementara Kwarnas,
diketuai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan
Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh sebagai Wakil Ketua merangkap Ketua
Kwarnari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar